
Dalam dunia bisnis dan keuangan, salah satu indikator penting yang menunjukkan kinerja sebuah perusahaan adalah rasio profitabilitas. Rasio ini bisa membantu menilai apakah sebuah usaha menghasilkan keuntungan (profit) yang cukup dari aktivitas usahanya atau tidak.
Informasi ini sangat penting, baik bagi investor, manajemen, hingga kreditur, karena mencerminkan efisiensi perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset dan modal yang dimiliki. Jika kamu sedang belajar akuntansi dan ingin memahami laporan keuangan perusahaan secara lebih baik, memahami rasio profitabilitas adalah langkah awal yang penting. Yuk, simak!
Table of Content
- 1 Apa Itu Rasio Profitabilitas?
- 2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas dan Cara Menghitungnya
- 3 Bagaimana Menafsirkan Rasio Profitabilitas?
- 4 Upgrade Diri Bersama Upskillz
Apa Itu Rasio Profitabilitas?
Rasio profitabilitas adalah salah satu indikator kesehatan keuangan perusahaan yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (profit) dari penjualan, aset, atau modal yang dimiliki dalam periode tertentu. Tujuan utama dari rasio ini adalah untuk mengetahui seberapa efektif dan efisien perusahaan dalam menjalankan operasionalnya dan menghasilkan keuntungan.
Rasio ini menjadi salah satu alat utama dalam analisis laporan keuangan. Rasio profitabilitas biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase, dan semakin tinggi angkanya, semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut. Penggunaan rasio ini sangat penting dalam pengambilan keputusan, baik untuk tujuan internal manajemen perusahaan maupun eksternal seperti penilaian investor, kreditur, dan analis pasar.
Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas dan Cara Menghitungnya
Ada beberapa jenis rasio profitabilitas yang umum digunakan untuk meninjau kemampuan keuangan perusahaan. Secara umum dibagi menjadi 2 kategori yaitu Margin Ratio dan Return Ratio.
Margin Ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktivitas penjualannya. Contoh dari rasio ini adalah Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Cash Flow Margin, EBITDA, Operating Profit.
Sedangkan Return Ratio adalah alat yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bagi pemegang sahamnya. Contoh rasio ini adalah Return on Assets, Return on Equity dan Return On Investment. Berikut adalah penjelasan rasio profitabilitas yang sering digunakan:
1. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor)
Rasio ini menunjukkan persentase laba kotor dari total penjualan. Artinya, berapa persen sisa uang setelah dikurangi biaya pokok produksi (HPP).
Semakin besar gross profit margin semakin efisien kegiatan operasional perusahaan. Hal ini menunjukkan HPP lebih rendah dari penjualan.
Rumus:
Gross Profit Margin= (Laba Kotor/Total Pendapatan) x 100%
Contoh:
Misalnya, penjualan bersih sebuah toko adalah Rp 500.000.000, dan HPP-nya Rp 300.000.000. Maka:
Laba Kotor = Rp 500.000.000 – Rp 300.000.000 = Rp 200.000.000
Gross Profit Margin = (200.000.000 / 500.000.000) × 100% = 40%
Artinya, setiap Rp 1 dari penjualan menghasilkan laba kotor Rp 0,40.
2. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)
Selanjutnya, rasio profitabilitas yang banyak digunakan oleh perusahaan adalah Net Profit Margin. Rasio ini menunjukkan berapa persen dari penjualan yang menjadi laba bersih setelah dikurangi semua biaya (biaya operasional, bunga, pajak, dll).
Rumus:
Net Profit Margin= (Laba Bersih setelah pajak / Penjualan) x 100%
Contoh:
Laba bersih = Rp 80.000.000
Penjualan bersih = Rp 500.000.000
Net Profit Margin = (80.000.000 / 500.000.000) × 100% = 16%
Artinya, setiap Rp 1 penjualan menghasilkan laba bersih Rp 0,16.
3. Cash Flow Margin
Selanjutnya, rasio ini menunjukkan hubungan antara arus kas dari aktivitas operasi dan penjualan yang hasilkan dari aktivitas bisnis. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk mengubah penjualan menjadi kas.
Ketersediaan kas sangat penting bagi kegiatan operasional perusahaan. Semakin tinggi persentasenya arus maka semakin banyak kas yang tersedia.
Sedangkan arus kas yang negatif maka bisa jadi perusahaan tetap merugi meskipun menghasilkan laba. Sebab, bisa jadi arus kas yang didapatkan diambil dari utang atau pinjaman.
Rumus:
Cash Flow Margin= (Arus kas operasi/ kewajiban lancar) x 100%
Contoh:
Arus Kas dari Aktivitas Operasi: Rp 300.000.000
Penjualan Bersih (Net Sales): Rp 1.200.000.000
Maka:
Cash Flow Margin= (300.000.000/1.200.000.000)×100%=25%
Artinya, setiap Rp 1 penjualan, perusahaan mampu menghasilkan Rp 0,25 kas.
4. EBITDA
EBITDA adalah singkatan dari Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization ataui Laba Sebelum Bunga, Pajak, Depresiasi, dan Amortisasi. Rasio yang satu ini digunakan untuk mengukur kinerja operasional murni sebuah perusahaan tanpa mempertimbangkan struktur pendanaan (bunga), kewajiban pajak, dan beban non-kas seperti depresiasi dan amortisasi. Rasio ini sering digunakan untuk membandingkan profitabilitas antar perusahaan tanpa pengaruh faktor-faktor eksternal.
Rumus:
EBITDA=Laba Bersih+Bunga+Pajak+Depresiasi+Amortisasi
5. Operating Profit Margin
Berikutnya, rasio profitabilitas yang umum digunakan oleh perusahaan adalah operating profit margin. Rasio ini menunjukkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh perusahaan dari aktivitas operasionalnya setelah dikurangi biaya operasional (seperti biaya gaji, sewa, utilitas), tetapi sebelum dikurangi bunga dan pajak.
Rumus:
Operating Profit Margin= (Laba operasi/ Penjualan bersih) x 100%
Contoh:
Penjualan bersih = Rp 600.000.000
Laba operasi = Rp 90.000.000
Operating Profit Margin = (90.000.000 / 600.000.000) × 100% = 15%
Ini berarti, kegiatan utama bisnis mampu menghasilkan 15% laba dari total penjualan.
6. Return on Assets (ROA)
Selanjutya adalah ROA yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari seluruh aset yang dimiliki.Semakin tinggi ROA, semakin efisien perusahaan menggunakan asetnya untuk menghasilkan keuntungan.
Rumus:
ROA= (Laba Bersih/Total Aset)×100%
Contoh:
Laba bersih = Rp 100.000.000
Total aset = Rp 1.000.000.000
ROA = (100.000.000 / 1.000.000.000) × 100% = 10%
Artinya, setiap Rp 1 aset menghasilkan laba Rp 0,10.
7. Return on Equity (ROE)
ROE menunjukkan seberapa besar laba yang dihasilkan dari modal (ekuitas) pemilik perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukkan bahwa perusahaan bisa melakukan pengelolaan modal yang baik dan menguntungkan bagi pemegang saham.
Rumus:
ROE= (Laba Bersih/Ekuitas)×100%
Contoh:
Laba bersih = Rp 150.000.000
Ekuitas (modal) = Rp 750.000.000
ROE = (150.000.000 / 750.000.000) × 100% = 20%
Artinya, dari setiap Rp 1 modal, perusahaan menghasilkan Rp 0,20 laba.
8. Return on Investment
Selanjutnya, untuk mengukur tingkat keuntungan dari suatu investasi, baik dalam bisnis maupun proyek tertentu, perusahaan umumnya menggunakan ROI. Semakin tinggi ROI, semakin besar keuntungan yang diperoleh dari investasi yang dikeluarkan.
Rumus:
ROI= (Keuntungan bersih/ Biaya investasi) x 100%
Bagaimana Menafsirkan Rasio Profitabilitas?
Setelah menghitung, kita harus bisa menilai apakah rasionya baik atau tidak. Berikut beberapa panduan umum:
- Semakin tinggi, biasanya semakin baik, karena menunjukkan efisiensi dan profitabilitas yang tinggi.
- Bandingkan dengan industri sejenis. Misalnya, margin laba bersih 10% bisa dianggap tinggi di industri retail, tapi rendah di industri teknologi.
- Bandingkan dari waktu ke waktu. Apakah rasionya meningkat atau menurun? Ini bisa menunjukkan tren performa bisnis.
Rasio profitabilitas adalah alat penting dalam menilai kinerja keuangan sebuah bisnis. Bagi pemilik usaha maupun investor memahami rasio ini sangat berguna dalam pengambilan keputusan.
Upgrade Diri Bersama Upskillz
Merasa kurang percaya diri karena skill “pas-pasan”? Sudah waktunya kamu upgrade diri bersama Upskillz.id, upgrade skill karir jadi lebih menyenangkan dan mudah. Ada banyak kelas gratis juga, lho !
Upskillz
Build Your Potentials